Jelaga Pagi 24 Januari 2013

Untuk bisa seirama, aku terpaksa menghentikan bisikan lainnya.
Kegumurahan pada hati nurani, aku mendengarnya dengan mata dan melihatnya dengan telinga.
Rantaian logika terjerumus ke dalam kubangan, bercampuran tanah berulat.
Aku hanya perkenalkan nama, selebihnya dosa, mengikis ujung kalbu.
Satu-satunya nama belakangku terpenjara di bibirmu, tepat saat bercumbu dalam kelam.
Memanggil Tuhan-Tuhan kita dalam gumpalan asap, lambaian pulang harus terasa ngeri.
Itu dogma, bukan sekamu-kamunya hebat menantang langit!!
Menangis, berduka, senang, tersenyum, berulang kali basah di bawah hujan, tak 'kan mungkin sanggup menari di atas payung.
Rambut tak lagi berlinang di pengheningan, tulisan miring pun hilang, mencari jawaban: dimana pena kita?
Sepuluh sudah #JelagaPagi ! Jangan memaksa untuk datang dan pergi di akhir kesendirian.

Comments

Popular Posts