Java dan Jazz dalam Festival

"Masih dalam ruang lingkup penguasa,
yang punya duit cari duit lagi untuk tetap kaya"

Kedatanganku di hari pertama,
sudah terlalu suntuk dalam perjalanan untuk sampai di JIEXPO?

(bajaj yang kutumpangi mesti bergelut dengan kemacetan)

Yang kutuju melihat penampilan Maliq n D'essentials, gagal!

Sesampainya di sekitar pintu masuk gate K, antrian menyita waktu selama kurang lebih 30 menit!

Di kaunter penukaran tiket, sedikit dipersulit karena undangan yang kupegang tidak dicap oleh perusahaan yang punya perhelatan ini! Ya, sudahlah mereka ternyata menyita kartu namaku agar tanda masuk berupa kertas yang diikatkan di tangan lekas dipakai!

Berbeda dengan hari ketiga (hari kedua aku tidak hadir) peraturan seperti hari pertama musnah, ditambah lagi panitia yang ada di pintu masuk rada kurang ajar seperti maling! Kenapa maling? Air minuman dibotol yang ada di tasku diambil tanpa pamit?

"Saya bukan pertama kali masuk ke acara seperti ini mas, nggak usah main rampas! Saya bisa buang botol ini sendiri"

Menunjukkan ketegasan bagiku acara berkelas harusnya lebih punya etika yang berkualitas di kepanitiannya!

Selam dua hari kedatanganku terfokus dengan apa yang kulihat untuk kuabadikan dan itu saja!

Pagelaran musik selalu diasumsikan sebagai wadah bertemunya musisi dengan panggung dan penonton melihat idolanya bernyanyi!

Mengkesampingkan itu bisnis di acara besar memang menggiurkan!

Jazz punya koridor tersendiri,
Jazz menunjukkan pengetahuan,
titik terberatnya saat tidak tahu bagaimana cara menikmatinya karena segelintir rasa mengungkapkan bahwa "Jazz hidup dengan semua yang serba berkelas!"

Entahlah...

Lari dari judul,
kemodernan tetap memegahkan yang besar hingga terlalu deras arus industri hanya pada ruang yang terbelit oleh penguasa bisnis!

Alangkah baiknya diadakan kembali di 5 tahun mendatang...

Ilmu musik bukan ilmu bisnis!


Comments

Popular Posts